KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat.Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah EPITAKSIS
Meskipun
kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
selalu ada yang kurang.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.Akhir kata kami berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN.........................................................................
4
1. Latar Belakang............................................................................
4
2. Tujuan Penulisan.........................................................................
5
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................
6
1.
Definisi.....................................................................................
6
2.
Anatomi dan Fisisologi............................................................. 7
3.
Etiologi.....................................................................................
8
4.
Patofisiologi……………………………………………….. 10
5. Klasifikasi…………………………………………………. 11
6.
Komplikasi................................................................................ 11
7.
Pemeriksaan Penunjang............................................................ 11
8.
Penatalaksanaan........................................................................
12
9.
Penyebab Epitaksis...................................................................
13
10. Tanda
dan Gejala Epitaksis......................................................
14
11. Pencegahan
Epitaksis................................................................
14
12. Asuhan
Keperawatan................................................................
15
13. Diagnosa...................................................................................
16
BAB
III PENUTUP......................................................................................
17
1. Kesimpulan................................................................................
17
2. Saran..........................................................................................
17
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................
18
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan)
adalah perdarahan akut yang berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau
nasofaring.Hal ini sering ditemukan sehari-hari dan merupakan masalah yang
sangat lazim, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri.
Perdarahan spontan dari rongga
hidung 90% berasal dari daerah anteroinferior septum nasi yang disebut daerah
Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari bagian posterior rongga hidung dan
biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu
penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.Untuk itu dibutuhkan
anamnesis yang ringkas dan tepat, dan pemeriksaan fisik bersamaan dengan
persiapan untuk menanggulangi epistaksis.Setelah perdarahan berhenti, lakukan
evaluasi sistemik untuk menentukan penyebab.Pada tahap ini, mungkin diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap, evaluasi labortaorium,
pemeriksaan sinar-X rutin dan bahkan angiografi.
Insiden atau Angka kejadian di US
adalah 1 diantara 7 orang. Dalam kepustakaan lain dituliskan bahwa ± 11% orang
Amerika mengalami epistaksis dalam sepanjang hidup mereka. Tidak ada predileksi
yang tepat pada jenis kelamin.
Kematian sering disebabkan oleh
komplikasi akibat hipovolemik pada epistaksis yang berat/profuse.Peningkatan
morbiditas berhubungan dengan aplikasi nasal (nasal packing). Tampon posterior
dapat berpotensial menyebabkan kelainan pada jalan napas dan memicu terjadinya
serangan jantung pada orang tua. Pemasangan tampon ini juga dapat menjadi
sumber infeksi. Epistaksis lebih sering dijumpai pada umur 2-10 tahun dan 50-80
tahun.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Efistaksis
b. Tujuan Khusus
· Mahasiswa dapat menjelaskan dengan
tepat dan benar tentang definisi efiataksis
· Mahasiswa dapat menjelaskan dengan
tepat dan benar tentang anatomi dan fisiologi hidung
· Mahasiswa dapat menjelaskan dengan
tepat dan benar tentang etiologi efistaksisi
· Mahasiswa dapat menjelaskan dengan
tepat dan benar tentang fatofisiologi
· Mahasiswa dapat menjelaskan dengan
tepat dan benar tentang klasifikasi
· Mahasiswa dapat menjelaskan dengan
tepat dan benar tentang komplikasi
· Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan efistaksis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Epistaksis atau perdarahan hidung
dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.Puncak kejadian dari epistaksis
didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksis yaitu perdarahan dari
hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior.
Epistaksis adalah perdarahan dari
hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan
sistemik).
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu
anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama
berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan
gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis
posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
2. Anatomi
Dan Fisiologi
Hidung terdiri dari hidung bagian luar
atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri dari :
a.
pangkal
hidung (bridge)
b.
dorsum
nasi (dorsum=punggung)
c.
puncak
hidung
Fungsi hidung adalah untuk :
1. jalan napas
2. alat pengatur kondisi udara
(mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. penyaring udara
4. sebagai indra penghidu
(penciuman)
5. untuk resonansi udara
6. membantu proses bicara
7. refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior
(belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung
dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan
gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis
posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak
umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach yang berada pada dinding
depan dari septum hidung.
3. Etiologi
Beberapa penyebab epistaksis dapat
digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik sebagai berikut :
a. Etiologi local
·
Trauma
lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur
hidung atau trauma maksilofasia lainnya.
·
Tumor,
baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah
tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan
karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir
atau ingus.
·
Idiopatik
yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja.
b. Eiologi lainnya yaitu
·
Iritasi
gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
·
Keadaan
lingkungan yang sangat dingin
·
Tinggal
di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
·
Iatrogenik
akibat operasi
·
Pemakaian
semprot hidung steroid jangka lama
·
Benda
asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus
berbau busuk.
c. Etiologi sistemik
·
Hipertensi
dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan
disertai atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering
pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai
prognosis yang kurang baik,
·
Kelainan
perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
·
Infeksi,
misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.
d. Termasuk etiologi sistemik lain
·
Lebih
jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan,
menarke dan menopause
·
Kelainan
kongenital misalnya hereditary hemorrhagic telangieclasis atau penyakit
rendj-osler-weber;
·
Peninggian
tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor
leher dan penyakit jantung
·
Pada
pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.
4. Patofisiologi
Rongga hidung
kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh
darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain
dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung
mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri
sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis
(fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari
cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis
superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach
(little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar
melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang
masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu
anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama
berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan
gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis
posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan
5. Klasifikasi
a. Epistaksis ringan biasanya berasal
dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
b. Epistaksis berat berasal dari bagian
posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan
terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak
cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian.
6.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul
a. Sinusitis
b. Septal hematom
(bekuan darah pada sekat hidung)
c. Deformitas (kelainan bentuk) hidung
d. Aspirasi
(masuknya cairan ke saluran napas bawah)
e. Kerusakan jaringan hidung
f. Infeksi
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan
untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk
mencari etiologi.
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis, uji faal
hati dan faal ginjal.
Jika diperlukan pemeriksaan
radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah
keadaan akut dapat diatasi.
8. Penatalaksanaan
Prinsip dari
penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
·
A Airway :
Pastikan jalan
napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
·
B Breathing:
Pastikan proses
bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke
belakang tenggorokan
·
C Circulation
Pastikan proses
perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus
intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi posisikan pasien dengan duduk
menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga
mencegah penyumbatan jalan napas
1. Hentikan perdarahan
a. Tekan pada bagian depan hidung
selama 10 menit
b. Tekan hidung
antara ibu jari dan jari telunjuk
c. Jika perdarahan berhenti tetap
tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari
2. Jika perdarahan berlanjut :
a. Dapat akibat
penekanan yang kurang kuat
b. Bawa ke
fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
c. Dapat diberikan
vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah
perdarahan
d. Apabila masih
belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung
Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang
ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau
pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi
dengan obat vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel,
perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi
lengkap, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT),
golongan darah dan crossmatching
9. Penyebab epistaksis
Faktor-faktor yang menyebabkan
epistaksis pada anak antara lain karena anak mengorek-ngorek lubang hidung,
adanya peradangan atau iritasi pada hidung, anak yang menderita demam,
menghirup bahan-bahan kimia yang menyebabkan iritasi pada mukosa hidung, luka
akibat kecelakaan atau terbentur benda keras, dipukul, dan dihantam yang
mengenai hidung.
Perdarahan pada hidung juga dapat
disebabkan karena infeksi lokal saluran hidung.Suhu udara yang terlalu dingin
atau terlalu kering juga menyebabkan perdarahan hidung karena udara yang
terlalu panas ataupun terlalu dingin dapat menyebabkan membran mukosa hidung
menjadi kering. Anak yang memasukan benda-benda asing ke lubang hidung, dan
meniup lewat hidung juga dapat mengalami perdarahan hidung atau
epistaksis.
10. Tanda dan gejala epistaksis
Biasanya epistaksis terjadi tanpa
tanda-tanda peringatan. Darah akan mengalir perlahan-lahan tetapi bebas melalui
satu atau kadang-kadang kedua lumen hidung.
Tanda-tanda terjadinya perdarahan
hidung antara lain adalah adanya perdarahan yang keluar dari salah satu atau
kedua lubang hidung, penderita sering menelan, dan penderita merasa ada cairan
di bagian belakang hidung dan tenggorokan.
11. Pencegahan epistaksis
Agar tidak terjadi mimisan berulang,
maka hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah mimisan adalah anjurkan anak
untuk tidak mengorek-ngorek lubang hidung atau memasukkan sesuatu ke dalam
lubang hidung.
Anjurkan anak untuk bersin dengan
mulut terbuka.Saat anak mengalami demam dan suhu tubuh meningkat, kompres untuk
menormalkan suhu tubuh.Sebab suhu tubuh yang meningkat dapat menyebabkan
selaput lender hidung mengering dan mempermudah pecahnya pembuluh darah yang
menimbulkan mimisan atau perdarahan.Bila tinggal di daerah yang panas, gunakan
pelembab udara.
12. Asuhan
Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat,
suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang :
·
Keluhan
utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
3. Riwayat penyakit dahulu :
·
Pasien
pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau traum
·
Pernah
mempunyai riwayat penyakit THT
·
Pernah
menedrita sakit gigi geraham
4. Riwayat keluarga :
·
Adakah
penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Riwayat spikososial
·
Intrapersonal
: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
·
Interpersonal
: hubungan dengan orang lain.
6. Pola
fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat
·
Untuk
mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
·
Biasanya
nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
·
Selama
inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
·
Klien
sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
·
Daya
penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
7. Pemeriksaan fisik
a.
Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus
hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
8. Data subyektif :
·
Mengeluh
badan lemas
9. Data Obyektif
·
Perdarahan
pada hidung/mengucur banyak
·
Gelisah
·
Penurunan
tekanan darah
·
Peningkatan
denyut nadi
·
Anemia
12. Diagnosa
1. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
2. Cemas
3. Nyeri Akut
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Epistaksis atau perdarahan hidung
dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.Puncak kejadian dari epistaksis
didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksis yaitu perdarahan dari
hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior.
Epistaksis adalah perdarahan dari
hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan
sistemik).
2. Saran
Dengan
terselesaikannya makalah yang kami buat ini, maka kami sebagai penulis menyadari
bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan makalah ini.Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca sekalian, agar
dalam pembuatan makalah kami selanjutnya dapat lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Price,Sylvia
A. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Smith-Temple,
jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5.
Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar