Selasa, 13 Januari 2015

Contoh Makalah Epitaksis



KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat.Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah EPITAKSIS
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.











DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I    PENDAHULUAN......................................................................... 4     
               1. Latar Belakang............................................................................ 4     
               2. Tujuan Penulisan......................................................................... 5     
              
BAB II   PEMBAHASAN............................................................................ 6
1.      Definisi..................................................................................... 6
2.      Anatomi dan Fisisologi............................................................. 7
3.      Etiologi..................................................................................... 8
4.      Patofisiologi………………………………………………..     10
5.      Klasifikasi………………………………………………….     11      
6.      Komplikasi................................................................................ 11
7.      Pemeriksaan Penunjang............................................................ 11
8.      Penatalaksanaan........................................................................ 12
9.      Penyebab Epitaksis................................................................... 13
10.  Tanda dan Gejala Epitaksis...................................................... 14
11.  Pencegahan Epitaksis................................................................ 14
12.  Asuhan Keperawatan................................................................ 15
13.  Diagnosa................................................................................... 16

BAB III PENUTUP...................................................................................... 17   
1.  Kesimpulan................................................................................ 17   
               2.  Saran.......................................................................................... 17   

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 18







BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang berasal dari cuping hidung, lubang hidung atau nasofaring.Hal ini sering ditemukan sehari-hari dan merupakan masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri.
Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah anteroinferior septum nasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari bagian posterior rongga hidung dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan pemeriksaan fisik bersamaan dengan persiapan untuk menanggulangi epistaksis.Setelah perdarahan berhenti, lakukan evaluasi sistemik untuk menentukan penyebab.Pada tahap ini, mungkin diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap, evaluasi labortaorium, pemeriksaan sinar-X rutin dan bahkan angiografi.
Insiden atau Angka kejadian di US adalah 1 diantara 7 orang. Dalam kepustakaan lain dituliskan bahwa ± 11% orang Amerika mengalami epistaksis dalam sepanjang hidup mereka. Tidak ada predileksi yang tepat pada jenis kelamin.
Kematian sering disebabkan oleh komplikasi akibat hipovolemik pada epistaksis yang berat/profuse.Peningkatan morbiditas berhubungan dengan aplikasi nasal (nasal packing). Tampon posterior dapat berpotensial menyebabkan kelainan pada jalan napas dan memicu terjadinya serangan jantung pada orang tua. Pemasangan tampon ini juga dapat menjadi sumber infeksi. Epistaksis lebih sering dijumpai pada umur 2-10 tahun dan 50-80 tahun.


2.  Tujuan Penulisan
a.  Tujuan Umum
Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Efistaksis
b.  Tujuan Khusus
·      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang definisi efiataksis
·      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang anatomi dan fisiologi hidung
·      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang etiologi efistaksisi
·      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang fatofisiologi
·      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang klasifikasi
·      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang komplikasi
·      Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan efistaksis.












BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior.
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik).
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.









2.      Anatomi Dan Fisiologi
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri dari :
a.       pangkal hidung (bridge)
b.      dorsum nasi (dorsum=punggung)
c.       puncak hidung
Fungsi hidung adalah untuk :
1.      jalan napas
2.      alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3.      penyaring udara
4.      sebagai indra penghidu (penciuman) 
5.      untuk resonansi udara
6.      membantu proses bicara
7.      refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.




3.      Etiologi
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik sebagai berikut :
a.       Etiologi local
·         Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofasia lainnya.
·         Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
·         Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan remaja.
b.      Eiologi lainnya yaitu
·         Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
·         Keadaan lingkungan yang sangat dingin
·         Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
·         Iatrogenik akibat operasi
·         Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
·         Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.






c.       Etiologi sistemik
·         Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,
·         Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
·         Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.
d.      Termasuk etiologi sistemik lain
·         Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke dan menopause
·         Kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic telangieclasis atau penyakit rendj-osler-weber;
·         Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung
·         Pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.












4.      Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan




5.  Klasifikasi
a.       Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
b.      Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian.

6.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul
a.       Sinusitis
b.      Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
c.       Deformitas (kelainan bentuk) hidung
d.      Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
e.       Kerusakan jaringan hidung
f.       Infeksi

7.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal.
Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.






8.      Penatalaksanaan
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
·         A  Airway :
Pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
·         B  Breathing:
Pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang   mengalir ke belakang tenggorokan
·         C  Circulation
Pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas
1.      Hentikan perdarahan
a.       Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
b.      Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
c.       Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari
2.      Jika perdarahan berlanjut :
a.       Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
b.      Bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
c.       Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan
d.      Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung

Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel, perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching

9.      Penyebab epistaksis
Faktor-faktor yang menyebabkan epistaksis pada anak antara lain karena anak mengorek-ngorek lubang hidung, adanya peradangan atau iritasi  pada hidung, anak yang menderita demam, menghirup bahan-bahan kimia yang menyebabkan iritasi pada mukosa hidung, luka akibat kecelakaan atau terbentur benda keras, dipukul, dan dihantam yang mengenai hidung.
Perdarahan pada hidung juga dapat disebabkan karena infeksi lokal saluran hidung.Suhu udara yang terlalu dingin atau terlalu kering juga menyebabkan perdarahan hidung karena udara yang terlalu panas ataupun terlalu dingin dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering. Anak yang memasukan benda-benda asing ke lubang hidung, dan  meniup lewat hidung juga dapat mengalami perdarahan hidung atau epistaksis.








10.  Tanda dan gejala epistaksis
 Biasanya epistaksis terjadi tanpa tanda-tanda peringatan. Darah akan mengalir perlahan-lahan tetapi bebas melalui satu atau kadang-kadang kedua lumen hidung.
Tanda-tanda terjadinya perdarahan hidung antara lain adalah adanya perdarahan yang keluar dari salah satu atau kedua lubang hidung, penderita sering menelan, dan penderita merasa ada cairan di bagian belakang hidung dan tenggorokan.

11.  Pencegahan epistaksis
Agar tidak terjadi mimisan berulang, maka hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah mimisan adalah anjurkan anak untuk tidak mengorek-ngorek lubang hidung atau memasukkan sesuatu ke dalam lubang hidung.
Anjurkan anak untuk bersin dengan mulut terbuka.Saat anak mengalami demam dan suhu tubuh meningkat, kompres untuk menormalkan suhu tubuh.Sebab suhu tubuh yang meningkat dapat menyebabkan selaput lender hidung mengering dan mempermudah pecahnya pembuluh darah yang menimbulkan mimisan atau perdarahan.Bila tinggal di daerah yang panas, gunakan pelembab udara.











12. Asuhan Keperawatan
a.       Pengkajian
1.   Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2.   Riwayat Penyakit sekarang :
·         Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
3.   Riwayat penyakit dahulu :
·         Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau traum
·         Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
·         Pernah menedrita sakit gigi geraham
4.   Riwayat keluarga :
·         Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5.   Riwayat spikososial
·         Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
·         Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
6. Pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
·         Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
b.      Pola nutrisi dan metabolisme :
·         Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c.       Pola istirahat dan tidur
·         Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d.  Pola Persepsi dan konsep diri
·         Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e.  Pola sensorik
·         Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
7. Pemeriksaan fisik
a.  Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
8. Data subyektif :
·         Mengeluh badan lemas
9.   Data Obyektif
·         Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
·         Gelisah
·         Penurunan tekanan darah
·         Peningkatan denyut nadi
·         Anemia
12.  Diagnosa
1.      Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
2.      Cemas
3.      Nyeri Akut









BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan perdarahan posterior.
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik).

2.      Saran
Dengan terselesaikannya makalah yang kami buat ini, maka kami sebagai penulis menyadari bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan makalah ini.Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca sekalian, agar dalam pembuatan makalah kami selanjutnya dapat lebih baik dari sebelumnya.






DAFTAR PUSTAKA
Price,Sylvia A. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta: EGC.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar