Selasa, 13 Januari 2015

Contoh Makalah Laparatomi

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Walaupun pengetahuan semakin berkembang tapi bisa saja dalam menangani suatu penyakit tidak begitu efisien, apalagi dengan pasien post operasi harus memerlukan penanganan yang berkompetent. Pada pasien post operasi laparatomi seorang pasien memerlukan perawatan yang maksimal demi mempercepat proses kesembuhan luka pasca bedah bahkan penyembuhan fisik pasien itu sendiri. Pengembalian fungsi fisik pasien post-op laparatomi dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatan post laparatomi antara lain: Mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang, hal inilah yang membuat pasien dengan pasca bedah memerlukan perawatan yang maksimal.
Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan pasien itu sendiri. Laporan departement kesehatan Indonesia (DEPKES RI) laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.
Dengan melihat kondisi pasien post operasi laparatomi yang memerlukan perawatan maka perlu dilakukannya intervensi dengan maksud untuk mengurangi tegangan melalui latihan pernapasan dan mobilisasi dini untuk mempercepat proses kesembuhan dan kepulangan pasien serta dapat memberikan kepuasan atas perawatan yang diberikan.
Teknik relaksasi, relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres. Teknik relaksasi adalah perilaku yang diperlajari dan membantu waktu penelitian dan praktek. Snyder dan Egan menemukan teknik relaksasi sebagai metode utama untuk menghilangkan stres, tujuannya untuk menghasilkan respon yang dapat memerangi respon stres. Pada pasien post operasi latihan napas dalam, bantu batuk dan menekan insisi meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas sehingga menurunkan resiko atelektasis, pneumonia.
Perawat menganjurkan klien untuk melakukan ambulasi lebih awal, sebagian besar klien diharapkan dapat melakukan ambulasi setelah pembedahan bergantung pada beratnya pembedahan dan kondisi klien. Pemberian posisi post operasi untuk mencegah terjadinya kontraktur pinggul dan lutut sangat penting, latihan pascaoperasi, latihan tentang gerak dimulai segera mungkin. Ubah posisi secara periodik dan ambulasi sedini mungkin meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.

Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi.( Fossum, 2002)
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa.

B.      Rumusan Masalah
Apa pengertian dari laparatomi?
Apa tujuan dari laparatomi?
Apa prosedur laparatomi?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi?

C.      Tujuan Penulisan
Mengetahui apa pengertian dari laparatomi
Mengetahui apa saja jenis-jenis dari laparatomi
Mengetahui apa indikasi diadakannya laparatomi
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.  Sedangkan menurut Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen.

ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1.      Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menopose. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

2.      Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3.      Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.



MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
-          Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
-    hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh ovarium
-     Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
-     Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
-     Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut miometrium
-          Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat menstruasi
-          Pembesaran perut bagian bawah
-          Uterus membesar merata
-          Infertilitas
-          Perdarahan setelah bersenggama
-          Dismenore
-          Abortus berulang
-          Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)

PATOFISIOLOGI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut. & 2 menyebabkan :
Jenis Laparotomi
Menurut Tekhnik Pembedahan :
1.        Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
a.      Paparan bidang pembedahan yang baik
b.      Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )
c.      Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
d.      Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai
e.      Dipilih pada kasus gawat-darurat

2.      Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
a.             Jarang terjadi herniasi pasca bedah
b.            Kosmetik lebih baik
c.             Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
a.             Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
b.            Tehnik relatif lebih sulit
c.             Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak

Jenis insisi tranversal :
1.        Insisi PFANNENSTIEL :
a. Kekuatan pasca bedah : BAIK
b.Paparan bidang bedah : KURANG
2.      Insisi MAYLARD :
a.       Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal
b.      Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
c.       Dibanding insisi MIDLINE :
- Nyeri pasca bedah kurang.
-  Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
-  Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ abdomen bagian atas sangat kurang.
3.      Insisi CHERNEY :
a.       Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis.
b.      Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas.

4.      Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).

5.      Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
 Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
1.       Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2.      Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
3.      Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
4.      Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
5.      Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6.      Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
7.       Pankreatomi: pengangkatan pancreas
8.      Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui abdomen.
9.      Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
10.   Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium

 Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll.

Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi
1.        Nyeri tekan
2.      Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3.      Kelemahan
4.      Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5.       Konstipasi
6.      Mual dan muntah, anoreksia

 Topografi anatomi abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1.        Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2.      Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
a.       Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
b.      Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
c.       Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.


 Komplikasi
1.        Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
2.      Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3.      Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4.      Ventilasi paru tidak adekuat
5.      Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
6.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7.       Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

 Proses Penyembuhan Luka
1.        Fase inflamasi
Fase ini berlangsung selama dua sampai lima hari, proses yang terjadi didalamnya, yaitu :
Homestasis
a.       Vasokontriksi, vasokontriksi pembuluh darah sehingga menghentikan perdarahan dan menurunkan masuknya mikroorganisme.
b.      Platelet aggregation
c.       Tromboplastin yang menggumpal.
Inflamasi
a.      Vasodilatasi, vasodilatasi pembuluh darah dapat menghantarkan nutrisi dan fagosit terhadap luka saat timbul tanda-tanda peradangan.
b.      Fagositosis, pada saat terjadi peradangan atau infeksi sel fagosit memakan atau menghancurkan bakteri, benda asing.




2.      Fase proliferase
Fase ini berlangsung selama lima hari sampai tiga minggu, proses yang terjadi didalamnya, yaitu :
Granulasi, pembentukan fibrobals dari kolagen, mengisi luka dan menghasilkan kapiler baru.
Epitelisasi, sel ini menyebar kesegala penjuru untuk menutup luka sekitar tiga cm sehingga luka dapat tertutup.
3.      Fase remodeling atau maturasi.
Fase ini berlangsung selama tiga minggu sampai dua tahun, proses penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan membentuk jaringan baru yang tipis dan lemas, kekuatannya hanta 80 persen dari jaringan yang asli.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka:
1.       Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2.        Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3.       Pencegahan infeksi.
4.       Pengembalian Fungsi fisik.
5.       Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
6.       Mempertahankan konsep diri.
7.       Pada gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.


B.      Tujuan
Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

C.      Prosedur Pelaksanaan
a.       ALAT DAN BAHAN
1. Kasa
2. Gunting
3. Pinset
4. Aquades/antiseptic/sejenis air steril lainya


b.     PROSEDUR KERJA
        1.    Siapkan alat dan bahan (usahakan berada didekat perawat agar mudah ……………dijangkau)
        2.    Tidurkan/baringkan pasien (sesuai dengan posisi yang nyaman)
        3.    Pakailah sarung tangan steril (untuk menghindari terjadinya infeksi luka karena      ……………kuman/bakteri)
……  4. Usapkan NaCl (natrium klorida) disekitar luka atau diatas perban luka hal ini untuk ……………memudahkan perawat untuk mengeluarkan perban pada luka
……  5.Keluarkan perban tersebut (alihkan perhatian klien, agar klien tidak merasakan ……………sakit ketika perban dikeluarkan)
……  6.    Buanglah balutan/perban tersebut ditempat yang telah disiapkan …………… …………  …………… (nampan/bengkok)
……  7.    Inspeksi keadaan luka
……  8.    Celupkan kain kasa pada antiseptic/aquades
……  9.    Kain kasa yang sudah dicelupkan pada antiseptic olesakn atau diusap pada luka ……………klien dimulai dari daerah luka dan sekitar luka. Usahakan kain kasa yang sudah ……………banyak mengandung kuman/kotoran luka dibuang dan gantilah dengan kasa baru ……………mengandung antiseptic usapkan lagi pada luka.
       10.   Tutuplah/perban kembali luka dengan kasa.
       11.   Lepaskan sarung tangan, buang pada tempatnya dan bersihkan alat-alat yang ……………digunakan disterilkan kembali.























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (harjono. M, 1996). Jenis laparatomi menurut tekhnik pembedahan yakni insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision), Insisi pada garis tranversal abdomen (pfannenstiel incision), insisi cherney, paramedian dan transverse upper abdomen incision.
Sedangkan menurut indikasi, jenis-jenis laparatomi meliputi Adrenalektomi, apendiktomi, gasterektomi, histerektomi, kolektomi, nefrektomi, pankreatomi, seksiosesaria, siksetomi dan selfigo oofarektomi.

B.      Saran
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer) yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.Oleh karena itu sebagai perawat hendaknya mengetahui tentang tekhnik dan perawatan pada klien dengan laparatomi.



























DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Achadiat CM. 2004. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologiJakarta : EGC
Callahan MD MPP, Tamara L. 2005. Benign Disorders of the Upper Genital Tract in Blueprints Obstetrics & Gynecology. Boston : Blackwell Publishing,
Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston : Elsevier Saunders
Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Moore JG. 2001. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates
Panay BSc MRCOG MFFP, Nick et al. 2004. Fibroids in Obstetrics and Gynaecology. London : Mosby
Parker WH. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine





Tidak ada komentar:

Posting Komentar