Selasa, 13 Januari 2015

Contoh Makalah Laparatomi

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang dinamis, semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kuantitatif dan pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Walaupun pengetahuan semakin berkembang tapi bisa saja dalam menangani suatu penyakit tidak begitu efisien, apalagi dengan pasien post operasi harus memerlukan penanganan yang berkompetent. Pada pasien post operasi laparatomi seorang pasien memerlukan perawatan yang maksimal demi mempercepat proses kesembuhan luka pasca bedah bahkan penyembuhan fisik pasien itu sendiri. Pengembalian fungsi fisik pasien post-op laparatomi dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan perawatan post laparatomi antara lain: Mengurangi komplikasi akibat pembedahan, mempercepat penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang, hal inilah yang membuat pasien dengan pasca bedah memerlukan perawatan yang maksimal.
Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan pasien itu sendiri. Laporan departement kesehatan Indonesia (DEPKES RI) laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.
Dengan melihat kondisi pasien post operasi laparatomi yang memerlukan perawatan maka perlu dilakukannya intervensi dengan maksud untuk mengurangi tegangan melalui latihan pernapasan dan mobilisasi dini untuk mempercepat proses kesembuhan dan kepulangan pasien serta dapat memberikan kepuasan atas perawatan yang diberikan.
Teknik relaksasi, relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres. Teknik relaksasi adalah perilaku yang diperlajari dan membantu waktu penelitian dan praktek. Snyder dan Egan menemukan teknik relaksasi sebagai metode utama untuk menghilangkan stres, tujuannya untuk menghasilkan respon yang dapat memerangi respon stres. Pada pasien post operasi latihan napas dalam, bantu batuk dan menekan insisi meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas sehingga menurunkan resiko atelektasis, pneumonia.
Perawat menganjurkan klien untuk melakukan ambulasi lebih awal, sebagian besar klien diharapkan dapat melakukan ambulasi setelah pembedahan bergantung pada beratnya pembedahan dan kondisi klien. Pemberian posisi post operasi untuk mencegah terjadinya kontraktur pinggul dan lutut sangat penting, latihan pascaoperasi, latihan tentang gerak dimulai segera mungkin. Ubah posisi secara periodik dan ambulasi sedini mungkin meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.

Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi.( Fossum, 2002)
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan yang relatif lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik operasi laparotomi medianus cental dengan pertimbangan yang telah dijelaskan di atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnosa.

B.      Rumusan Masalah
Apa pengertian dari laparatomi?
Apa tujuan dari laparatomi?
Apa prosedur laparatomi?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi?

C.      Tujuan Penulisan
Mengetahui apa pengertian dari laparatomi
Mengetahui apa saja jenis-jenis dari laparatomi
Mengetahui apa indikasi diadakannya laparatomi
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien laparatomi













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.  Sedangkan menurut Sanusi (1999), laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen.

ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.

1.      Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menopose. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.

2.      Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.

3.      Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.



MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul diantaranya:
-          Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan metroragia. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
-    hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium karena pengaruh ovarium
-     Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
-     Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
-     Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut miometrium
-          Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat menstruasi
-          Pembesaran perut bagian bawah
-          Uterus membesar merata
-          Infertilitas
-          Perdarahan setelah bersenggama
-          Dismenore
-          Abortus berulang
-          Poliuri, retention urine, konstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
(Chelmow, 2005)

PATOFISIOLOGI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut. & 2 menyebabkan :
Jenis Laparotomi
Menurut Tekhnik Pembedahan :
1.        Insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision)
a.      Paparan bidang pembedahan yang baik
b.      Dapat diperluas ke cephalad ( ke arah “kranial” )
c.      Penyembuhan dan kosmetik tidak sebaik insisi tranversal
d.      Dipilih cara ini bila insisi tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang memadai
e.      Dipilih pada kasus gawat-darurat

2.      Insisi pada garis tranversal abdomen (Pfannenstiel incision)
Sering digunakan pada pembedahan obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
a.             Jarang terjadi herniasi pasca bedah
b.            Kosmetik lebih baik
c.             Kenyamanan pasca bedah bagi pasien lebih baik
Kerugian:
a.             Daerah pemaparan (lapangan operasi) lebih terbatas
b.            Tehnik relatif lebih sulit
c.             Perdarahan akibat pemisahan fascia dari lemak lebih banyak

Jenis insisi tranversal :
1.        Insisi PFANNENSTIEL :
a. Kekuatan pasca bedah : BAIK
b.Paparan bidang bedah : KURANG
2.      Insisi MAYLARD :
a.       Paparan bidang bedah lebih baik dibanding PFANNENSTIEL oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal
b.      Dapat digunakan untuk melakukan diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
c.       Dibanding insisi MIDLINE :
- Nyeri pasca bedah kurang.
-  Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
-  Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses pada organ abdomen bagian atas sangat kurang.
3.      Insisi CHERNEY :
a.       Perbedaan dengan insisi MAYLARD : pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis.
b.      Penyembuhan bedah dengan kekuatan yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas.

4.      Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).

5.      Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
 Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
1.       Adrenalektomi: pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2.      Apendiktomi: operasi pengangkatan apendiks
3.      Gasterektomi: pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
4.      Histerektomi: pengangkatan bagian uterus
5.      Kolektomi: seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6.      Nefrektomi: operasi pengangkatan ginjal
7.       Pankreatomi: pengangkatan pancreas
8.      Seksiosesaria: pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui abdomen.
9.      Siksetomi: operasi pengangkatan kandung kemih
10.   Selfigo oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium

 Indikasi Bedah Laparatomi
Tindakan laparatomi bisa ditegakkan atas indikasi pada klien dengan apendiksitis, pangkreatitis, hernia, kista ovarium, kangker serviks, kangker ovarium, kangker tuba falopi, kangker hati, kangker lambung, kangker kolon, kangker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis, trauma abdomen, pendarahan abdomen, massa abdomen, dll.

Manifestasi Klinik Tindakan Laparatomi
1.        Nyeri tekan
2.      Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3.      Kelemahan
4.      Gangguan integumuen dan jaringan subkutan
5.       Konstipasi
6.      Mual dan muntah, anoreksia

 Topografi anatomi abdomen
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1.        Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2.      Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
a.       Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
b.      Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
c.       Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.


 Komplikasi
1.        Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
2.      Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3.      Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
4.      Ventilasi paru tidak adekuat
5.      Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung
6.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7.       Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

 Proses Penyembuhan Luka
1.        Fase inflamasi
Fase ini berlangsung selama dua sampai lima hari, proses yang terjadi didalamnya, yaitu :
Homestasis
a.       Vasokontriksi, vasokontriksi pembuluh darah sehingga menghentikan perdarahan dan menurunkan masuknya mikroorganisme.
b.      Platelet aggregation
c.       Tromboplastin yang menggumpal.
Inflamasi
a.      Vasodilatasi, vasodilatasi pembuluh darah dapat menghantarkan nutrisi dan fagosit terhadap luka saat timbul tanda-tanda peradangan.
b.      Fagositosis, pada saat terjadi peradangan atau infeksi sel fagosit memakan atau menghancurkan bakteri, benda asing.




2.      Fase proliferase
Fase ini berlangsung selama lima hari sampai tiga minggu, proses yang terjadi didalamnya, yaitu :
Granulasi, pembentukan fibrobals dari kolagen, mengisi luka dan menghasilkan kapiler baru.
Epitelisasi, sel ini menyebar kesegala penjuru untuk menutup luka sekitar tiga cm sehingga luka dapat tertutup.
3.      Fase remodeling atau maturasi.
Fase ini berlangsung selama tiga minggu sampai dua tahun, proses penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan membentuk jaringan baru yang tipis dan lemas, kekuatannya hanta 80 persen dari jaringan yang asli.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka:
1.       Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2.        Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3.       Pencegahan infeksi.
4.       Pengembalian Fungsi fisik.
5.       Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
6.       Mempertahankan konsep diri.
7.       Pada gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.


B.      Tujuan
Tujuan perawatan post laparatomi;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

C.      Prosedur Pelaksanaan
a.       ALAT DAN BAHAN
1. Kasa
2. Gunting
3. Pinset
4. Aquades/antiseptic/sejenis air steril lainya


b.     PROSEDUR KERJA
        1.    Siapkan alat dan bahan (usahakan berada didekat perawat agar mudah ……………dijangkau)
        2.    Tidurkan/baringkan pasien (sesuai dengan posisi yang nyaman)
        3.    Pakailah sarung tangan steril (untuk menghindari terjadinya infeksi luka karena      ……………kuman/bakteri)
……  4. Usapkan NaCl (natrium klorida) disekitar luka atau diatas perban luka hal ini untuk ……………memudahkan perawat untuk mengeluarkan perban pada luka
……  5.Keluarkan perban tersebut (alihkan perhatian klien, agar klien tidak merasakan ……………sakit ketika perban dikeluarkan)
……  6.    Buanglah balutan/perban tersebut ditempat yang telah disiapkan …………… …………  …………… (nampan/bengkok)
……  7.    Inspeksi keadaan luka
……  8.    Celupkan kain kasa pada antiseptic/aquades
……  9.    Kain kasa yang sudah dicelupkan pada antiseptic olesakn atau diusap pada luka ……………klien dimulai dari daerah luka dan sekitar luka. Usahakan kain kasa yang sudah ……………banyak mengandung kuman/kotoran luka dibuang dan gantilah dengan kasa baru ……………mengandung antiseptic usapkan lagi pada luka.
       10.   Tutuplah/perban kembali luka dengan kasa.
       11.   Lepaskan sarung tangan, buang pada tempatnya dan bersihkan alat-alat yang ……………digunakan disterilkan kembali.























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (harjono. M, 1996). Jenis laparatomi menurut tekhnik pembedahan yakni insisi pada garis tengah abdomen (mid-line incision), Insisi pada garis tranversal abdomen (pfannenstiel incision), insisi cherney, paramedian dan transverse upper abdomen incision.
Sedangkan menurut indikasi, jenis-jenis laparatomi meliputi Adrenalektomi, apendiktomi, gasterektomi, histerektomi, kolektomi, nefrektomi, pankreatomi, seksiosesaria, siksetomi dan selfigo oofarektomi.

B.      Saran
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Spencer) yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.Oleh karena itu sebagai perawat hendaknya mengetahui tentang tekhnik dan perawatan pada klien dengan laparatomi.



























DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Achadiat CM. 2004. Prosedur tetap Obstetri dan ginekologiJakarta : EGC
Callahan MD MPP, Tamara L. 2005. Benign Disorders of the Upper Genital Tract in Blueprints Obstetrics & Gynecology. Boston : Blackwell Publishing,
Crum MD, Christopher P & Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors of the Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric Pathology. Boston : Elsevier Saunders
Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Moore JG. 2001. Essensial obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates
Panay BSc MRCOG MFFP, Nick et al. 2004. Fibroids in Obstetrics and Gynaecology. London : Mosby
Parker WH. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology UCLA School of Medicine. California : American Society for Reproductive Medicine





Contoh Makalah Ca. Colon


BAB I
PENDAHULUAN

A. L
atar Belakang
Usus besar adalah bagian dari sistim pencernaan (digestive system) dimana materi yang dibuang (sampah) disimpan. Rektum (rectum) adalah ujung dari usus besar dekat dubur (anus). Bersama, mereka membentuk suatu pipa panjang yang berotot yang disebut usus besar. Tumor-tumor usus besar dan rektum adalah pertumbuhan-pertumbuhan yang datangnya dari dinding dalam dari usus besar.

Tumor-tumor ramah dari usus besar disebut polip-polip (polyps). Tumor-tumor ganas dari usus besar disebut kanker-kanker. Polip-polip ramah tidak menyerang jaringan yang berdekatan dengannya atau menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Polip-polip ramah dapat diangkat dengan mudah sewaktu colonoscopy dan adalah bukan ancaman nyawa. Jika polip-polip ramah tidak diangkat dari usus besar, mereka dapat menjadi ganas (bersifat kanker) melalui waktu. Kebanyakan dari kanker-kanker usus besar dipercayai telah berkembang dari polip-polip. Kanker usus besar dan rektum, juga dirujuk sebagai kanker kolorektal ( colorectal cancer), dapat menyerang dan merusak jaringan-jaringan dan organ-organ yang berdekatan. Sel-sel kanker juga dapat pecah dan keluar dan menyebar pada bagian-bagian lain tubuh (seperti hati dan paru-paru) dimana tumor-tumor baru terbentuk. Penyebaran kanker usus besar ke organ-organ yang terletak jauh darinya disebut metastasis dari kanker usus besar. Sekali metastasis telah terjadi pada kanker kolorektal (colorectal cancer), suatu penyembuhan yang penuh dari kanker adalah tidak mungkin.

B. Rumusan Masalah
Apa pengertian,  etiologi, patofisiologi,   pemeriksaan   diagnostik,  pengkajian, dan asuhan keperawatan pada klien dengan Ca kolon.

C. Tujuan
Mahasiswa   mampu   untuk   memahami   pengertian,   etiologi, klasifikasi,   stadium,   pathway,   patofisiologi,   pemeriksaan diagnostik,  penatalaksanaan,   dan  asuhan  keperawatan  pada  klien dengan Ca Kolon.










BAB II
PEMBAHASAN


A.  Anatomi kolon
        Panjang kolon adalah sekitar 5-6-kaki, bagian berbentuk U bagian dari seluruh usus besar (saluran cerna bagian bawah). Secara definisi, caecum (dan appendix) dan ano-rektum, yang juga merupakan bagian dari usus besar, tidak termasuk dalam kolon.

Secara embriologis, kolon berkembang sebagian dari midgut (kolon ascendens sampai proksimal kolon transversum) dan sebagian dari hindgut (kolon transversum distal sampai kolon sigmoid).


Pada foto polos abdomen, kolon terlihat terisi dengan udara dan feses. Kolon diidentifikasi dengan haustra (sakulasi irreguler incomplete).

Kolon ascendens
Kolon ascendens (kanan) terletak vertikal di bagian paling lateral kanan dari rongga perut. Ujung proksimal yang buntuyang berbentuk dari kolon ascendens disebut caecum. Kolon ascendens berbelok tepat di bawah hati membentuk flexura coli dextra / flexura hepatica dan menjadi kolon transversum, yang memiliki jalur horizontal dari kanan ke kiri.

Kolon Transversus
Kolon transversus kemudian berjalan terus ke kiri dan kemudian berbelok tepat di bawah limpa membentuk flexura coli sinistra / flexura lienalis dan kemudian menjadi kolon descendens (kiri) yang terletak vertikal di bagian lateral paling kiri dari rongga perut. Kolon descendens mengarah ke kolon sigmoid yang berbentuk V terbalik, yang kemudian menjadi rektum di setinggi Vertebra Sacralis III. Kolon sigmoid ini disebut demikian karena bentuknya seperti huruf S.

Usus paracolica
Kolon bagian lateral, yaitu kolon ascendens dan kolon descendens adalah usus paracolica bagian  kanan dan kiri dari rongga peritoneal. Melalui usus ini, cairan / nanah di perut bagian atas dapat menetes ke dalam rongga panggul. Kolon ascendens dan descendens terkait dengan ginjal, ureter, dan pembuluh gonad yang ada di dalam retroperitoneum di belakangnya; kolon ascending juga terkait dengan duodenum.

Kolon transversus dan kolon sigmoid
Kolon transversus dan kolon sigmoid masing-masing memiliki mesenterium (yaitu, mesokolon transversal dan mesokolon sigmoid), tetapi kolon ascendens dan kolon descendens bersifat retroperitoneal, sementara caecum terletak intraperitoneal tetapi menggunakan mesenterium ileum. Dasar mesokolon transversum terletak horizontal di duodenum dan pankreas. Omentum major memiliki beberapa bagian, termasuk 4-lapis omentum yang menggantung kolon transversum dan 2-lapis ligamentum gastrocolic yang menghubungkan kurvatura mayor lambung dan kolon transversum.

Flexura Lienalis
Flexura lienalis melekat pada diafragma oleh ligamentum frenocolica. Tiga taenia coli yang berjalan longitudinal terdapat pada caecum, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, dan kolon sigmoid, tetapi tidak pada rektum. Pada kolon ascendens dan descendens, taenia coli terdapat pada bagian anterior, posterolateral, dan posteromedial.  Terdapat omentumdari lemak yang disebut appendix epiploicae yang melekat pada kolon.

Suplai darah
kolon disuplai oleh arteri mesenterika superior melalui cabang arteri colica dextra dan cabang arteri colica media dan oleh arteri mesenterika inferior melalui arteri colica sinistra dan cabang sigmoid ganda. Cabang terminal arteri ini yang memasuki dinding disebut vasa recta.

Serangkaian terus anastomosis antara cabang distal dari arteri proksimal dan cabang proksimal dari arteri distal berjalan di sepanjang perbatasan mesenterika dari kolon dan disebut arteri marjinal. Arteri marjinal memungkinkan panjang panjang usus harus dimobilisasi (misalnya, yang akan diambil sampai ke dada untuk menggantikan kerongkongan).

Persimpangan dua pertiga proksimal dan distal sepertiga dari kolon transversum, di mana cabang-cabang terminal dari arteri mesenterika superior dan inferior bertemu, adalah daerah aliran yang rentan terhadap iskemia.

Vena mesenterika superior menyertai arteri mesenterika superior, tetapi vena mesenterika inferior mengalir lebih tinggi dari asal dari arteri mesenterika inferior; berjalan vertikal ke atas ke kiri dari persimpangan duodenojejunalis dan memasuki vena lienalis atau persimpangan dengan yang vena mesenterika superior untuk membentuk vena portal.

Gambaran Mikroskopik
        Kolon memiliki 4 lapisan yang sama yang terdapat di sebagian besar saluran pencernaan: mukosa, submukosa, muskularis propria, dan serosa.

        Mukosa termasuk epitel kolumnar dengan sejumlah besar mukus sel goblet (vili, yang terdapat di usus kecil, yang tidak terdapat dalam usus), lamina propria, dan mukosa muskularis. Lapisan submukosa berisi pembuluh darah dan saraf pleksus Meissner. Muskularis propria berisi otot sirkularis interna, otot longitudinal externa dan pleksus nervus myenteric (Auerbach). Taenia coli dibentuk oleh otot-otot longitudinal externa. Lapisan serosa dari kolon adalah peritoneum viseral.

Variasi Fisiologik
Kolon transversum mungkin panjang dan berlebihan dan dapat turun ke dalam panggul. Ujung dari loop sigmoid dapat melintasi garis tengah dan terletak di fossa iliaka kanan. Diverticula (divertikula palsu yang mengandung herniasi mukosa melalui cacat dalam otot) dapat hadir dalam kolon, terutama kolon kiri.

Variasi Patologik
Malrotasi usus menghasilkan usus kecil berada di bagian kanan rongga perut dan usus besar terletak di kiri. Atresia kolon adalah penyempitan atau bahkan hilangnya lumen usus, mengakibatkan obstruksi usus pada neonatus.

Pemeriksaan kolon
kolon dapat dievaluasi dengan kolonoskopi (endoskopi GI rendah) dan seri GI rendah menggunakan media kontras radiologis (misalnya, barium, Gastrografin). Akhir film barium tindak melalui studi juga dapat mengungkapkan kolon.

Dinding kolon dan massa di kolon dapat dievaluasi dengan kontras yang disempurnakan (kontras intravena dan dubur) computed tomography (CT). Rekonstruksi gambar CT (CT colonography; kolonoskopi virtual) menyediakan pencitraan yang baik sebaimana kolonoskopi. USG tidak berguna untuk evaluasi dari kolon.

B.   Definisi

Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005).

Kanker   kolon   adalah  suatu   bentuk   keganasan   dari  masa abnormal/neoplasma   yang   muncul   dari   jaringan   epithelial   dari colon (Brooker, 2001).

Kanker   kolon/usus   besar   adalah   tumbuhnya   sel   kanker yang ganas di dalam  permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000).

Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
C.   Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon :
- Usia lebih dari 40 tahun
- Darah dalam feses
- Riwayat polip rektal atau polip kolon
- Adanya polip adematosa atau adenoma villus
- Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
- Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan.
Makanan yang harus dihindari :
-  Daging merah
-  Lemak hewan
-  Makanan berlemak        
-  Daging dan ikan goreng atau panggang
-  Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)
-  Makanan yang harus dikonsumsi:
-  Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis ( seperti brokoli,brussels sprouts )
-  Butir padi yang utuh
-  Cairan yang cukup terutama air
        Karena sebagian besar tumor Colon menghasilkan adenoma,faktor utama yang membahayakan terhadap kanker Colon menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma Colon : tubular,villous dan tubulo villous ( akan di bahas pada polips ).Meskipun hampir besar kanker Colon berasal dari adenoma,hanya 5% dari semua adenoma Colon menjadi manigna,villous adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna.
Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum. Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai ucerative colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker Colon. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan  tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker Colon akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut.

D.  Manifestasi Klinis
        Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahu penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya datah merah segar dalam feses.

Gejala yang dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah.
a) Colon Asendens : nyeri, adanya massa, perubahan peristaltik usus, anemia
b) Colon Transversum : nyeri, obstruksi, perubahan pergerakan usus dan anemia.
c) Colon Desendens : nyeri, perubahan pergerakan usus, terdapat darah merah terang pada feses,   obstruksi.
d) Rectum : terdapat darah di dalam feses, perubahan peristaltik usus, ketidaknyamanan rectal.

E.   Patofisiologi
        Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1.    Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih (vesika …….urinaria).
2.    Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3.    Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah balik …….ke sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1.    Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus besar …….(lapisan mukosa).
2.    Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan …….mukosa.
3.    Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang banyak …….terdapat di sekitar usus.
4.    Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau …….bahkan ke organ-organ lain.

F.    Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1.    Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2.    Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3.    Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang …….menyebabkan hemorragi.
4.    Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5.    Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6.    Pembentukan abses

G.  Pencegahan
Pencegahan Kanker Kolon.
1.    Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan …….derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2.    Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3.    Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4.    Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5.    Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air …….besar.
6.    Hidup rileks dan kurangi stress.

H.  Pemeriksaan penunjang
1.      Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun  kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
2.      Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto dada dan foto kolon (barium enema).
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
3.      Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
4.      Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
5.      Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
6.      Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
7.      Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya.
8.      Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat atau berkurang.
9.      Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

I.     Pengkajian
Pengkajian   adalah  langkah   awal  dan   dasar   dalam   proses keperawatan      secara    menyeluruh      (Boedihartono,        1994     : 10). Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1.      Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-           Kelemahan,kelelahan/keletihan
-          Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari. 
-          Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.
2.      Sirkulasi:
Gejala:
-          Palpitasi
-          nyeri dada pada aktivitas
Tanda :
-          Dapat terjadi perubahan denyut nadi
-          Dapat terjadi perubahan tekanan darah.
3.      Integritas ego:
Gejala:
-          Faktor stres(keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok,      minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
-          Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
-          Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
-          Menyangkal
-           menarik diri
-          marah.

4.    Eliminasi:
Gejala:
-          Perubahan pola defekasi
-          Darah pada feses
-          Nyeri pada defekasi
Tanda:
-          Perubahan bising usus, distensi abdomen
-          Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
5.   Makanan/cairan:
Gejala:
-          Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
-          Anoreksia, mual, muntah
-          Intoleransi makanan
Tanda: 
-          Penurunan berat badan
-          Berkurangnya massa otot
6.   Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
-     Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit
7.   Keamanan:
Gejala:
-          Komplikasi pembedahan atau efek sitostika.
Tanda:
-          Demam
-          Lekopenia
-          Trombositopenia
-          Anemia

8.   Interaksi social
Gejala:
-          Lemahnya system pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
-          Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

9.  Penyuluhan/pembelajaran:
-     Riwayat kanker dalam keluarga
-     Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
-     Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
-     Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari

J.        Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup yang berikut :
1.      Aktual/Resiko sefisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara berlebihan
2.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
a)      Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
b)      Peningkatan  bunyi usus
c)      Konjungtiva dan membran mukosa pucat
d)     Mual, muntah, diare
4.      Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
5.      Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker



K.      Intervensi Dan Rasional
1.      Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan dapatmempertahan hidrasi adekuat.
Kriteria Hasil :
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat

INTERVENSI
RASIONAL
1.   Awasi masukan dan haluaran dengan cermat, ukur feses cair. Timbang berat badan tiap hari.
2.   Kaji tanda vital (TD, Nadi, Suhu)
3.   Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat
4.   Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring; hindari kerja
5.   Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar
6.   Kolaborasi pemberian cairan paranteral, transfusi darah sesuai indikasi
7.   Kalaborasi pemberian obat sesuai indikasi: Antiemetik, mis, trimetobenzamida (Tigan); hidroksin (Vistaril); proklorperazin (Compazine), Antipiretik, mis, asetaminofen (Tyenol), Vitamin K
1.      Memberikan indikator langsung keseimbangan cairan
2.      Hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respons terhadap dan/atau efek kehilangan cairan
3.      Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/ dehidrasi
4.      Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus
5.      Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat menimbulkan defisiensi vit. K dan merusak koagulasi, potensial resiko pendarahan
6.      Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/ anemia
7.      Digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi akut, Mengontrol demam, Merangsang pembentukan protrombin hepatik, menstabilisasi koagulasi dan menurunkan resiko perdarahan

2.      Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri hilang atau skala nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat

Intervensi
Rasional
1.      Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
2.      Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman, mis lutut fleksi
3.      Berikan tindakan yang nyaman ( pijatan punggung, ubah posisi) & aktivitas senggang
4.      Dorong penggunaan tekhnik relaksasi, mis, bimbingan imajinasi, visualisasi. Berikan aktivitas tenggang
5.      Berikan obat sesuai indikasi, mis, analgesik
1.      Mencoba untuk mentoleransi nyeri, daripada meminta analgesic
2.      Menurukan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control
3.      Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan menigkatkan kemampuan koping.
4.       Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian, sehingga menurunakan nyeri dan ketidak nyamanan
5.      Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan.

3.      Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Tujuan: 
setelah dilskuksn tindakan keperawwatn selama 3x24 jam di harapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
 klien melaporkan selera makannya meningkat

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Pertahankan tirah baring
          selama fase akut/pasca terapi
2.      Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).
3.       Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)
4.      Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)
5.       Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.
1.      Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
2.       Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.
3.       Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.
4.       Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.
5.       Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.
4.      Diagnosa :  Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan  pola eliminasi klien sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketepatan jumlah dan konsistensi.
Kriteria hasil :
 klien melaporkan sudah dapat b.a.b dengan teratur.



Intervensi
Rasional
1.      Pastikan kebiasaan defekasi pasien dan gaya hidup sebelunya
2.      Observasi gerakan usus, warna, konsistensi, dan jumlah
3.      Berikan pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi
1.      Membantu dalam jadwal irigasi efektif untuk pasien dengan kolostomi
2.      Indikator kembalinya fungsi GI, mengidentifikasi ketepatan intervensi
3.      Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuasi feses


























5.Diagnosa :  Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Tujuan:
Setelah dilkukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam menunjukkan rileks   
Kriteria hasil :
Klien melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani. 
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.      Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
2.      Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
3.      Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.
4.      Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.
5.      Kolaborasi pemberian obat sedatif.
6.      Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.
1.      Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/ rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
2.      Mengidentifikasi faktor pencetus/ pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.
3.      Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.
4.      Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.
5.      Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.
6.      Menilai perkembangan masalah klien.mendapatkan informasi keefektifan terapi yang diberikan.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005).

Kanker   kolon   adalah  suatu   bentuk   keganasan   dari  masa abnormal/neoplasma   yang   muncul   dari   jaringan   epithelial   dari colon (Brooker, 2001).

Kanker   kolon/usus   besar   adalah   tumbuhnya   sel   kanker yang ganas di dalam  permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000).

Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker, 1998).
                                         
B.     Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan Kanker kolon. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.










Daftar Pustaka

Arif Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

Processes Vol. 2/6 ed. (Brahm U Pendit : Penerjemah). Philadelphia : Mosby Year 
Smeltzer, Susan (2001. Brunner and Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing.
       
Price, A Sylvia. Anderson. (1997). Pathophysiology Clinical Concepts Of Desease